Rabu, 02 November 2011

Jaya Prana


Jaya Prana Lan Layon Sari

Dua orang suami istri bertempat tinggal di Desa Kalianget mempunyai tiga orang anak, dua orang laki-laki dan seorang perempuan. Oleh karena ada wabah yang menimpa masyarakat desa itu, maka empat orang dari keluarga yang miskin ini meninggal dunia bersamaan. Tinggalan seorang laki-laki yang paling bungsu bernama I Jayaprana. Oleh karena orang yang terakhir ini keadaannya yatim piatu, maka ia puan memberanikan dirimengabdi di istana raja. Di istana, laki-laki itu sangat rajin, rajapun amat kasih sayang kepadanya.
Kini I Jayaprana baru berusia duabelas tahun. Ia sangat ganteng paras muka tampan dan senyumnya pun sangat manis menarik.

Beberapa tahun kemudian.
Pada suatu hari raja menitahkan I Jayaprana, supaya memilih seorang dayang-dayang yang ada di dalam istana atau gadis gadis yang ada di luar istana. Mula-mula I Jayaprana menolak titah baginda, dengan alasan bahwa dirinya masih kanak-kanak. Tetapi karena dipaksan oleh raja akhirnya I Jayaprana menurutinya. Ia pun melancong ke pasar yang ada di depan istana hendak melihat-lihat gadis yang lalu lalang pergi ke pasar. Tiba-tiba ia melihat seorang gadis yang sangat cantik jelita. Gadis itu bernama Ni Layonsari, putra Jero Bendesa, berasal dari Banjar Sekar.
Melihat gadis yang elok itu, I Jayaprana sangat terpikat hatinya dan pandangan matanya terus membuntuti lenggang gadis itu ke pasar, sebaliknya Ni Layonsari pun sangat hancur hatinya baru memandang pemuda ganteng yang sedang duduk-duduk di depan istana. Setelah gadis itu menyelinap di balik orang-orang yang ada di dalam pasar, maka I Jayaprana cepat-cepat kembali ke istana hendak melapor kehadapan Sri Baginda Raja. Laporan I Jayaprana diterima oleh baginda dan kemudian raja menulis sepucuk surat.
I Jayaprana dititahkan membawa sepucuk surat ke rumahnya Jero Bendesa. Tiada diceritakan di tengah jalan, maka I Jayaprana tiba di rumahnya Jero Bendesa. Ia menyerahkan surat yang dibawanya itu kepada Jero Bendesa dengan hormatnya. Jero Bendesa menerima terus langsung dibacanya dalam hati. Jero Bendesa sangat setuju apabila putrinya yaitu Ni Layonsari dikawinkan dengan I Jayaprana. Setelah ia menyampaikan isi hatinya “setuju” kepada I Jayaprana, lalu I Jayaprana memohon diri pulang kembali.
Di istana Raja sedang mengadakan sidang di pendopo. Tiba-tiba datanglah I Jayaprana menghadap pesanan Jero Bendesa kehadapan Sri Baginda Raja. Kemudian Raja mengumumkan pada sidang yang isinya antara lain: Bahwa nanti pada hari Selasa Legi wuku Kuningan, raja akan membuat upacara perkawinannya I Jayaprana dengan Ni Layonsari. Dari itu raja memerintahkan kepada segenap perbekel, supaya mulai mendirikan bangunan-bangunan rumah, balai-balai selengkapnya untuk I Jayaprana.
Menjelang hari perkawinannya semua bangunan-bangunan sudah selesai dikerjakan dengan secara gotong royong semuanya serba indah. Kini tiba hari upacara perkawinan I Jayaprana diiringi oleh masyarakat desanya, pergi ke rumahnya Jero Bendesa, hendak memohon Ni Layonsari dengan alat upacara selengkapnya. Sri Baginda Raja sedang duduk di atas singgasana dihadap oleh para pegawai raja dan para perbekel baginda. Kemudian datanglah rombongan I Jayaprana di depan istana. Kedua mempelai itu harus turun dari atas joli, terus langsung menyembah kehadapan Sri Baginda Raja dengan hormatnya melihat wajah Ni Layonsari, raja pun membisu tak dapat bersabda.
Setelah senja kedua mempelai itu lalu memohon diri akan kembal ke rumahnya meninggalkan sidang di paseban. Sepeninggal mereka itu, Sri Baginda lalu bersabda kepada para perbekel semuanya untuk meminta pertimbangan caranya memperdayakan I Jayaprana supaya ia mati. Istrinya yaitu Ni Layonsari supaya masuk ke istana dijadikan permaisuri baginda. Dikatakan apabila Ni Layonsari tidak dapat diperistri maka baginda akan mangkat karena kesedihan.
Mendengar sabda itu salah seorang perbekel lalu tampak ke depan hendak mengetengahkan pertimbangan, yang isinya antara lain: agar Sri Paduka Raja menitahkan I Jayaprana bersama rombongan pergi ke Celuk Terima, untuk menyelidiki perahu yang hancur dan orang-orang Bajo menembak binatang yang ada di kawasan pengulan. Demikian isi pertimbangan salah seorang perbekel yang bernama I Saunggaling, yang telah disepakati oleh Sang Raja. Sekarang tersebutlah I Jayaprana yang sangat brebahagia hidupnya bersama istrinya. Tetapi baru tujuh hari lamanya mereka berbulan madu, datanglah seorang utusan raja ke rumahnya, yang maksudnya memanggil I Jayaprana supaya menghadap ke paseban. I Jayaprana segera pergi ke paseban menghadap Sri P aduka Raja bersama perbekel sekalian. Di paseban mereka dititahkan supaya besok pagi-pagi ke Celuk Terima untuk menyelidiki adanya perahu kandas dan kekacauan-kekacauan lainnya. Setelah senja, sidang pun bubar. I Jayaprana pulang kembali ia disambut oleh istrinya yang sangat dicintainya itu. I Jayaprana menerangkan hasil-hasil rapat di paseban kepada istrinya.
Hari sudah malam Ni Layonsari bermimpi, rumahnya dihanyutkan banjir besar, ia pun bangkit dari tempat tidurnya seraya menerangkan isi impiannya yang sangat mengerikan itu kepada I Jayaprana. Ia meminta agar keberangkatannya besok dibatalkan berdasarkan alamat-alamat impiannya. Tetapi I Jayaprana tidak berani menolak perintah raja. Dikatakan bahwa kematian itu terletak di tangan Tuhan Yang Maha Esa. Pagi-pagi I Jayaprana bersama rombongan berangkat ke Celuk Terima, meninggalkan Ni Layonsari di rumahnya dalam kesedihan. Dalam perjalanan rombongan itu, I Jayaprana sering kali mendapat alamat yang buruk-buruk. Akhirnya mereka tiba di hutan Celuk Terima. I Jayaprana sudah meras dirinya akan dibinasakan kemudian I Saunggaling berkata kepada I Jayaprana sambil menyerahkan sepucuk surat. I Jayaprana menerima surat itu terus langsung dibaca dalam hati isinya:
“ Hai engkau Jayaprana
Manusia tiada berguna
Berjalan berjalanlah engkau
Akulah menyuruh membunuh kau

Dosamu sangat besar
Kau melampaui tingkah raja
Istrimu sungguh milik orang besar
Kuambil kujadikan istri raja

Serahkanlah jiwamu sekarang
Jangan engkau melawan
Layonsari jangan kau kenang
Kuperistri hingga akhir jaman.”Demikianlah isi surat Sri Baginda Raja kepada I Jayaprana. Setelah I Jayaprana membaca surat itu lalu ia pun menangis tersedu-sedu sambil meratap. “Yah, oleh karena sudah dari titah baginda, hamba tiada menolak. Sungguh semula baginda menanam dan memelihara hambat tetapi kini baginda ingin mencabutnya, yah silakan. Hamba rela dibunuh demi kepentingan baginda, meski pun hamba tiada berdosa. Demikian ratapnya I Jayaprana seraya mencucurkan air mata. Selanjutnya I Jayaprana meminta kepada I Saunggaling supaya segera bersiap-siap menikamnya. Setelah I Saunggaling mempermaklumkan kepada I Jayaprana bahwa ia menuruti apa yang dititahkan oleh raja dengan hati yang berat dan sedih ia menancapkan kerisnya pada lambung kirinya I Jayaprana. Darah menyembur harum semerbak baunya bersamaan dengan alamat yang aneh-aneh di angkasa dan di bumi seperti: gempa bumi, angin topan, hujan bunga, teja membangun dan sebagainya.Setelah mayat I Jayaprana itu dikubur, maka seluruh perbekel kembali pulang dengan perasaan sangat sedih. Di tengah jalan mereka sering mendapat bahaya maut. Diantara perbekel itu banyak yang mati. Ada yang mati karena diterkam harimau, ada juga dipagut ular. Berita tentang terbunuhnya I Jayaprana itu telah didengar oleh istrinya yaitu Ni Layonsari. Dari itu ia segera menghunus keris dan menikan dirinya. Demikianlah isi singkat cerita dua orang muda mudi itu yang baru saja berbulan madu atas cinta murninya akan tetapi mendapat halangan dari seorang raja dan akhirnya bersama-sama meninggal dunia.


Jayaprana versi lain
KISAH tentang Jayapran dan Layonsari tidak asing lagi, apalagi di Bali. Di pedesaan. seorang pemuda ganteng lewat maka mulut usilpun menceloteh: mirip Jayaprana. Begitu pula untuk cewek, Layonsari adalah sanjungannya kalau cantik. Di atas pentas, apakah itu dalam Arja, Topeng, Drama, kedua tokoh ini tentu dimainkan oleh aktor rupawan.

Kerupawanan Jayaprana dan kecantikan Layonsari kini sedang diperbineangkan masyarakat Bali. Bahkan kisah yang menyangkut pasangan mirip Romeo Yuliet itu sekarang mulai digubris: bagaimana kisah yang sesungguhnya. Maklum, dengan mengangkat kisah kehidupan dua sejoli ini ke atas panggung, variasi muncul beraneka ragam.

Tentang kepercayaan akan adanya cerita itu, memang berakar kuat. Artinya, sulit untuk mencari orang yang bakal membantah bahwa kisah itu cuma dongeng. Karena peninggalan-peninggalan Jayaprana bertebaran di daerah bekas kerajaannya, kini Desa Kalianget, 23 km sebelah barat kota Singaraja. Di sini ada lesung (alat menumbuk padi) dari batu yang disebut warisan Jayaprana. Juga ada Taman (pemandian kerajaan) dan beberapa Pura warisan kerajaan. Dan yang membuat masyarakat Bali tak mungkin membantah kalau hikayat itu disebut dongeng, masih membekas diingatannya tentang peristiwa "Ngaben" di Desa Kalianget tahun 1957. Yang di-aben adalah Jayaprana sendiri, yang sebelumnya (lewat dukun) minta agar rohnya yang gentayangan di Teluk Terima, tempat ia terbunuh, diupacarai sebagaimana mayat orang Bali umumnya.

Bisma Parwa

CERITA BHISMA PARWA

Bhismaparwa konon merupakan bagian terpenting Mahabharata karena kitab keenam ini mengandung kitab Bhagawad Gita. Dalam Bhismaparwa dikisahkan bagaimana kedua pasukan, pasukan Korawa dan pasukan Pandawa berhadapan satu sama lain sebelum Bharatayuddha dimulai. Lalu sang Arjuna dan kusirnya sang Kresna berada di antara kedua pasukan. Arjuna pun bisa melihat bala tentara Korawa dan para Korawa, sepupunya sendiri. Iapun menjadi sedih karena harus memerangi mereka. Walaupun mereka jahat, tetapi Arjuna teringat bagaimana mereka pernah dididik bersama-sama sewaktu kecil dan sekarang berhadapan satu sama lain sebagai musuh. Lalu Kresna memberi Arjuna sebuah wejangan. Wejangannya ini disebut dengan nama Bhagawad Gita atau “Gita Sang Bagawan”, artinya adalah nyanyian seorang suci.
Bhismaparwa diakhiri dengan dikalahkannya Bisma, kakek para Pandawa dan Korawa. Bisma mempunyai sebuah kesaktian bahwa ia bisa meninggal pada waktu yang ditentukan sendiri. Lalu ia memilih untuk tetap tidur terbentang saja pada “tempat tidur panahnya” (saratalpa) sampai perang Bharatayuddha selesai. Bisma terkena panah banyak sekali sampai ia terjatuh tetapi tubuhnya tidak menyentuh tanah, hanya ujung-ujung panahnya saja.
Ringkasan isi Kitab Bhismaparwa
Janamejaya bertanya, “Bagaimanakah para pahlawan bangsa Kuru, Pandawa, dan Somaka, beserta para rajanya yang berasal dari berbagai kerajaan itu mengatur pasukannya siap untuk bertempur?”
Mendengar pertanyaan tersebut, Wesampayana menguraikan dengan detail, kejadian-kejadian yang sedang berlangsung di medan perang Kurukshetra.

Suasana di medan perang, Kurukshetra
Sebelum pertempuran dimulai, kedua belah pihak sudah memenuhi daratan Kurukshetra. Para Raja terkemuka pada zaman India Kuno seperti misalnya Drupada, Sudakshina Kamboja, Bahlika, Salya, Wirata, Yudhamanyu, Uttamauja, Yuyudhana, Chekitana, Purujit, Kuntibhoja, dan lain-lain turut berpartisipasi dalam pembantaian besar-besaran tersebut. Bisma, Sang sesepuh Wangsa Kuru, mengenakan jubah putih dan bendera putih, bersinar, dan tampak seperti gunung putih. Arjuna menaiki kereta kencana yang ditarik oleh empat ekor kuda putih dan dikemudikan oleh Kresna, yang mengenakan jubah sutera kuning.
Pasukan Korawa menghadap ke barat, sedangkan pasukan Pandawa menghadap ke timur. Pasukan Korawa terdiri dari 11 divisi, sedangkan pasukan Pandawa terdiri dari 7 divisi. Pandawa mengatur pasukannya membentuk formasi Bajra, formasi yang konon diciptakan Dewa Indra. Pasukan Korawa jumlahnya lebih banyak daripada pasukan Pandawa, dan formasinya lebih menakutkan. Fomasi tersebut disusun oleh Drona, Bisma, Aswatama, Bahlika, dan Kripa yang semuanya ahli dalam peperangan. Pasukan gajah merupakan tubuh formasi, para Raja merupakan kepala dan pasukan berkuda merupakan sayapnya. Yudistira sempat gemetar dan cemas melihat formasi yang kelihatannya sulit ditembus tersebut, namun setelah mendapat penjelasan dari Arjuna, rasa percaya dirinya bangkit.

Turunnya Bhagawad Gita
Sebelum pertempuran dimulai, terlebih dahulu Bisma meniup terompet kerangnya yang menggemparkan seluruh medan perang, kemudian disusul oleh para Raja dan ksatria, baik dari pihak Korawa maupun Pandawa. Setelah itu, Arjuna menyuruh Kresna yang menjadi kusir keretanya, agar membawanya ke tengah medan pertempuran, supaya Arjuna bisa melihat siapa yang sudah siap bertarung dan siapa yang harus ia hadapi nanti di medan pertempuran.
Di tengah medan pertempuran, Arjuna melihat kakeknya, gurunya, teman, saudara, ipar, dan kerabatnya berdiri di medan pertempuran, siap untuk bertempur. Tiba-tiba Arjuna menjadi lemas setelah melihat keadaan itu. Ia tidak tega untuk membunuh mereka semua. Ia ingin mengundurkan diri dari medan pertempuran.
Arjuna berkata, “Kresna yang baik hati, setelah melihat kawan-kawan dan sanak keluarga di hadapan saya, dengan semangat untuk bertempur seperti itu, saya merasa anggota-anggota badan saya gemetar dan mulut saya terasa kering…..Kita akan dikuasai dosa jika membunuh penyerang seperti itu. Karena itu, tidak pantas kalau kita membunuh para putera Dretarastra dan kawan-kawan kita. O Kresna, suami Lakshmi Dewi, apa keuntungannya bagi kita, dan bagaimana mungkin kita berbahagia dengan membunuh sanak keluarga kita sendiri?”
Dilanda oleh pergolakan batin, antara mana yang benar dan mana yang salah, Kresna mencoba untuk menyadarkan Arjuna. Kresna yang menjadi kusir Arjuna, memberikan wejangan-wejangan suci kepada Arjuna, agar ia bisa membedakan mana yang benar dan mana yang salah. Kresna juga menguraikan berbagai ajaran Hindu kepada Arjuna, agar segala keraguan di hatinya sirna, sehingga ia mau melanjutkan pertempuran. Selain itu, Kresna memperlihatkan wujud semestanya kepada Arjuna, agar Arjuna tahu siapa Kresna sebenarnya.
Wejangan suci yang diberikan oleh Kresna kepada Arjuna kemudian disebut Bhagavad Gītā, yang berarti “Nyanyian Tuhan”. Ajaran tersebut kemudian dirangkum menjadi kitab tersendiri dan sangat terkenal di kalangan umat Hindu, karena dianggap merupakan pokok-pokok ajaran Hindu dan intisari ajaran Veda.

Penghormatan sebelum perang oleh Yudistira
Setelah Arjuna sadar terhadap kewajibannya dan mau melanjutkan pertarungan karena sudah mendapat wejangan suci dari Kresna, maka pertempuran segera dimulai. Arjuna mengangkat busur panahnya yang bernama Gandiwa, diringi oleh sorak sorai gegap gempita. Pasukan kedua pihak bergemuruh. Mereka meniup sangkala dan terompet tanduk, memukul tambur dan genderang. Para Dewa, Pitara, Rishi, dan penghuni surga lainnya turut menyaksikan pembantaian besar-besaran tersebut.
Pada saat-saat menjelang pertempuran tersebut, tiba-tiba Yudistira melepaskan baju zirahnya, meletakkan senjatanya, dan turun dari keretanya, sambil mencakupkan tangan dan berjalan ke arah pasukan Korawa. Seluruh pihak yang melihat tindakannya tidak percaya. Para Pandawa mengikutinya dari belakang sambil bertanya-tanya, namun Yudistira diam membisu, hanya terus melangkah. Di saat semua pihak terheran-heran, hanya Kresna yang tersenyum karena mengetahui tujuan Yudistira. Pasukan Korawa penasaran dengan tindakan Yudistira. Mereka siap siaga dengan senjata lengkap dan tidak melepaskan pandangan kepada Yudistira. Yudistira berjalan melangkah ke arah Bisma, kemudian dengan rasa bakti yang tulus ia menjatuhkan dirinya dan menyembah kaki Bisma, kakek yang sangat dihormatinya.
Yudistira berkata, “Hamba datang untuk menghormat kepadamu, O paduka nan gagah tak terkalahkan. Kami akan menghadapi paduka dalam pertempuran. Kami mohon perkenan paduka dalam hal ini, dan kami pun memohon doa restu paduka”.
Bisma menjawab, “Apabila engkau, O Maharaja, dalam menghadapi pertempuran yang akan berlangsung ini engkau tidak datang kepadaku seperti ini, pasti kukutuk dirimu, O keturunan Bharata, agar menderita kekalahan! Aku puas, O putera mulia. Berperanglah dan dapatkan kemenangan, hai putera Pandu! Apa lagi cita-cita yang ingin kaucapai dalam pertempuran ini? Pintalah suatu berkah dan restu, O putera Pritha. Pintalah sesuatu yang kauinginkan! Atas restuku itu pastilah, O Maharaja, kekalahan tidak akan menimpa dirimu. Orang dapat menjadi budak kekayaan, namun kekayaan itu bukanlah budak siapa pun juga. Keadaan ini benar-benar terjadi, O putera bangsa Kuru. Dengan kekayaannya, kaum Korawa telah mengikat diriku…”
Setelah Yudistira mendapat doa restu dari Bisma, kemudian ia menyembah Drona, Kripa, dan Salya. Semuanya memberikan doa restu yang sama seperti yang diucapkan Bisma, dan mendoakan agar kemenangan berpihak kepada Pandawa. Setelah mendapat doa restu dari mereka semua, Yudistira kembali menuju pasukannya, dan siap untuk memulai pertarungan.



Yuyutsu memihak Pandawa
Setelah tiba di tengah-tengah medan pertempuran, di antara kedua pasukan yang saling berhadapan, Yudistira berseru, “Siapa pun juga yang memilih kami, mereka itulah yang kupilih menjadi sekutu kami!”
Setelah berseru demikian, suasana hening sejenak. Tiba-tiba di antara pasukan Korawa terdengar jawaban yang diserukan oleh Yuyutsu. Dengan pandangan lurus ke arah Pandawa, Yuyutsu berseru, ”Hamba bersedia bertempur di bawah panji-panji paduka, demi kemenangan paduka sekalian! Hamba akan menghadapi putera Dretarastra, itu pun apabila paduka raja berkenan menerima! Demikianlah, O paduka Raja nan suci!”
Dengan gembira, Yudistira berseru, “Mari, kemarilah! Kami semua ingin bertempur menghadapi saudara-saudaramu yang tolol itu! O Yuyutsu, baik Vāsudewa (Kresna) maupun kami lima bersaudara menyatakan kepadamu bahwa aku menerimamu, O pahlawan perkasa, berjuanglah bersama kami, untuk kepentinganku, menegakkan Dharma! Rupanya hanya anda sendirilah yang menjadi penerus garis keturunan Dretarastra, sekaligus melanjutkan pelaksanaan upacara persembahan kepada para leluhur mereka! O putera mahkota nan gagah, terimalah kami yang juga telah menerima dirimu itu! Duryodana yang kejam dan berpengertian cutak itu segera akan menemui ajalnya!”
Setelah mendengar jawaban demikian, Yuyutsu meninggalkan pasukan Korawa dan bergabung dengan para Pandawa. Kedatangannya disambut gembira. Yudistira mengenakan kembali baju zirahnya, kemudian berperang.

Pembantaian Bisma
Pertempuran dimulai. Kedua belah pihak maju dengan senjata lengkap. Divisi pasukan Korawa dan divisi pasukan Pandawa saling bantai. Bisma maju menyerang para ksatria Pandawa dan membinasakan apapun yang menghalangi jalannya. Abimanyu melihat hal tersebut dan menyuruh paman-pamannya agar berhati-hati. Ia sendiri mencoba menyerang Bisma dan para pengawalnya. Namun usaha para ksatria Pandawa di hari pertama tidak berhasil. Mereka menerima kekalahan. Putera Raja Wirata, Uttara dan Sweta, gugur oleh Bisma dan Salya di hari pertama. Kekalahan di hari pertama membuat Yudistira menjadi pesimis. Namun Sri Kresna berkata bahwa kemenangan sesungguhnya akan berada di pihak Pandawa.

Duel Arjuna dengan Bisma
Pada hari kedua, Arjuna bertekad untuk membalikkan keadaan yang didapat pada hari pertama. Arjuna mencoba untuk menyerang Bisma dan membunuhnya, namun para pasukan Korawa berbaris di sekeliling Bisma dan melindunginya dengan segenap tenaga sehingga meyulitkan Arjuna. Pasukan Korawa menyerang Arjuna yang hendak membunuh Bisma. Kedua belah pihak saling bantai, dan sebagian besar pasukan Korawa gugur di tangan Arjuna. Setelah menyapu seluruh pasukan Korawa, Arjuna dan Bisma terlibat dalam duel sengit. Sementara itu Drona menyerang Drestadyumna bertubi-tubi dan mematahkan panahnya berkali-kali. Duryodana mengirim pasukan bantuan dari kerajaan Kalinga untuk menyerang Bima, namun serangan dari Duryodana tidak berhasil dan pasukannya gugur semua. Setyaki yang bersekutu dengan Pandawa memanah kusir kereta Bisma sampai meninggal. Tanpa kusir, kuda melarikan kereta Bisma menjauhi medan laga. Di akhir hari kedua, pihak Korawa mendapat kekalahan.


Habisnya kesabaran Kresna

Pada hari ketiga, Bisma memberi instruksi agar pasukan Korawa membentuk formasi burung elang dengan dirinya sendiri sebagai panglima berada di garis depan sementara tentara Duryodana melindungi barisan belakang. Bisma ingin agar tidak terjadi kegagalan lagi. Sementara itu para Pandawa mengantisipasinya dengan membentuk formasi bulan sabit dengan Bima dan Arjuna sebagai pemimpin sayap kanan dan kiri. Pasukan Korawa menitikberatkan penyerangannya kepada Arjuna, namun banyak pasukan Korawa yang tak mampu menandingi kekuatan Arjuna. Abimanyu dan Setyaki menggabungkan kekuatan untuk menghancurkan tentara Gandara milik Sangkuni. Bisma yang terlibat duel sengit dengan Arjuna, masih bertarung dengan setengah hati. Duryodana memarahi Bisma yang masih segan untuk menghabisi Arjuna. Perkataan Duryodana membuat hati Bisma tersinggung, kemudian ia mengubah perasaanya.
Arjuna dan Kresna mencoba menyerang Bhishma. Arjuna dan Bisma sekali lagi terlibat dalam pertarungan yang bengis, meskipun Arjuna masih merasa tidak tega dan segan untuk melawan kakeknya. Kresna menjadi sangat marah dengan keadaan itu dan berkata, “Aku sudah tak bisa bersabar lagi, Aku akan membunuh Bisma dengan tanganku sendiri,” lalu ia mengambil chakra-nya dan berlari ke arah Bisma. Bisma menyerahkan dirinya kepada Kresna dengan pasrah. Ia merasa beruntung jika gugur di tangan Kresna. Arjuna berlari mengejarnya dan mencegah Kresna untuk melakukannya. Arjuna memegang kaki Kresna. Pada langkah yang kesepuluh, Kresna berhenti.
Arjuna berkata, “O junjunganku, padamkanlah kemarahan ini. Paduka tempat kami berlindung. Baiklah, hari ini hamba bersumpah, atas nama dan saudara-saudara hamba, bahwa hamba tidak akan menarik diri dari sumpah yang hamba ucapkan. O Kesawa, O adik Dewa Indra, atas perintah paduka, baiklah, hamba yang akan memusnahkan bangsa Kuru!”
Mendengar sumpah tersebut, Kresna puas hatinya. Kemarahannya mereda, namun masih tetap memegang senjata chakra. Kemudian mereka berdua melanjutkan pertarungan dan membinasakan banyak pasukan Korawa.


Keberanian Bima
Hari keempat merupakan hari dimana Bima menunjukkan keberaniannya. Bisma memerintahkan pasukan Korawa untuk bergerak. Abimanyu dikepung oleh para ksatria Korawa lalu diserang. Arjuna melihat hal tersebut lalu menolong Abimanyu. Bima muncul pada saat yang genting tersebut lalu menyerang para kstria Korawa dengan gada. Kemudian Duryodana mengirimkan pasukan gajah untuk menyerang Bima. Ketika Bima melihat pasukan gajah menuju ke arahnya, ia turun dari kereta dan menyerang mereka satu persatu dengan gada baja miliknya. Mereka dilempar dan dibanting ke arah pasukan Korawa. Kemudian Bima menyerang para ksatria Korawa dan membunuh delapan adik Duryodana. Akhirnya ia dipanah dan tersungkur di keretanya. Gatotkaca melihat hal tersebut, lalu merasa sangat marah kepada pasukan Korawa. Bisma menasehati bahwa tidak ada yang mampu melawan Gatotkaca yang sedang marah, lalu menyuruh pasukan agar mundur. Pada hari itu, Duryodana kehilangan banyak saudara-saudaranya.


Perbantaian terus berlanjut
Pada hari kelima, pembantaian terus berlanjut. Pasukan Pandawa dengan segenap tenaga membalas serangan Bisma. Bima berada di garis depan bersama Srikandi dan Drestadyumna di sampingnya. Karena Srikandi berperan sebagai seorang wanita, Bisma menolak untuk bertarung dan pergi. Sementara itu, Setyaki membinasakan pasukan besar yang dikirim untuk menyerangnya. Pertempuran dilanjutkan dengan pertarungan antara Setyaki melawan Burisrawas dan kemudian Setyaki kesusahan sehingga berada dalam situasi genting. Melihat hal itu, Bima datang melindungi Setyaki dan menyelamatkan nyawanya. Di tempat lain, Arjuna bertempur dan membunuh ribuan tentara yang dikirim Duryodana untuk menyerangnya.
Pertumpahan darah yang sulit dibayangkan terus berlanjut dari hari ke hari selama pertempuran berlangsung. Hari keenam merupakan hari pembantaian yang hebat. Drona membantai banyak prajurit di pihak Pandawa yang jumlahnya sukar diukur. Formasi kedua belah pihak pecah. Pada hari kedelapan, Bima membunuh delapan putera Dretarastra. Putera Arjuna — Irawan — terbunuh oleh para Korawa.
Pada hari kesembilan Bisma menyerang pasukan Pandawa dengan membabi buta. Banyak laskar yang tercerai berai karena serangan Bisma. Banyak yang melarikan diri atau menjauh dari Bisma, pendekar tua nan sakti dari Wangsa Kuru. Kresna memacu kuda-kudanya agar berlari ke arah Bisma. Arjuna dan Bisma terlibat dalam pertarungan sengit, namun Arjuna bertarung dengan setengah hati sementara Bisma menyerangnya dengan bertubi-tubi. Melihat keadaan itu, sekali lagi Kresna menjadi marah. Ia ingin mengakhiri riwayat Bisma dengan tangannya sendiri. Ia meloncat turun dari kereta Arjuna, dengan mata merah menyala tanda kemarahan memuncak, bergerak berjalan menghampiri Bisma. Dengan senjata Chakra di tangan, Kresna membidik Bisma. Bisma dengan pasrah tidak menghindarinya, namun semakin merasa bahagia jika gugur di tangan Kresna. Melihat hal itu, Arjuna menyusul Kresna dan berusaha menarik kaki Kresna untuk menghentikan langkahnya.
Dengan sedih dan suara tersendat-sendat, Arjuna berkata, “O Kesawa (Kresna), janganlah paduka memalsukan kata-kata yang telah paduka ucapkan sebelumnya! Paduka telah mengucapkan janji bahwa tidak akan ikut berperang. O Madhawa (Kresna), apabila paduka melanjutkan niat paduka, orang-orang akan mengatakan bahwa paduka pembohong. Semua penderitaan akibat perang ini, hambalah yang harus menanggungnya! Hambalah yang akan membunuh kakek yang terhormat itu!…”
Kresna tidak menjawab setelah mendengar kata-kata Arjuna, tetapi dengan menahan kemarahan ia naik kembali ke atas keretanya. Kedua pasukan tersebut melanjutkan kembali pertarungannya.


Gugurnya Bisma

Para Pandawa tidak mengetahui bagaimana cara mengalahkan Bisma. Pada malam harinya, Pandawa menyusup ke dalam kemah Bisma. Bisma menyambutnya dengan doa restu. Pandawa menjelaskan maksud kedatangannya, yaitu mencari cara untuk mengalahkan Bisma. Kemudian Bisma membeberkan hal-hal yang membuatnya tidak tega untuk berperang. Setelah mendengar penjelasan Bisma, Arjuna berdiskusi dengan Kresna. Ia merasa tidak tega untuk mengakhiri riwayat kakeknya. Kemudian Kresna mencoba menyadarkan Arjuna, tentang mana yang benar dan mana yang salah.
Pada hari kesepuluh, pasukan Pandawa dipelopori oleh Srikandi di garis depan. Srikandi menyerang Bisma, namun ia tidak dihiraukan. Bisma hanya tertawa kepada Srikandi, karena ia tidak mau menyerang Srikandi yang berkepribadian seperti wanita. Melihat Bisma menghindari Srikandi, Arjuna memanah Bisma berkali-kali. Puluhan panah menancap di tubuh Bisma. Bisma terjatuh dari keretanya. Pasukan Pandawa bersorak. Tepat pada hari itu senja hari. Kedua belah pihak menghentikan pertarungannya, mereka mengelilingi Bisma yang berbaring tidak menyentuh tanah karena ditopang oleh panah-panah. Bisma menyuruh para ksatria untuk memberikannya bantal, namun tidak satu pun bantal yang mau ia terima. Kemudian ia menyuruh Arjuna memberikannya bantal. Arjuna menancapkan tiga anak panah di bawah kepala Bisma sebagai bantal. Bisma merestui tindakan Arjuna, dan ia mengatakan bahwa ia memilih hari kematian ketika garis balik matahari berada di utara.

salam damai 
heny

Senin, 02 Mei 2011

A Secret of Financial Management

From IndoExchange.com

A huge earning is usually considered for measuring the wealth of someone. However, why do so many people with huge income frequently end up running out of money in the middle or at the end of the month? What is the problem?

If you have a job now, do you remember the first one you ever had? Usually, the first experience on work is the most unforgettable experience.

Let's take an example. Anto was still living with his family until he got a job at the age of 23, as a clerk in a trading company. At that time, he had just graduated. Although he had to go through a probationary period, Anto was so excited when he knew that he would get his first salary. His salary was Rp 600,000, which he would receive on the 27th.

We can guess what he would want to do: he wanted to treat his family. He wanted to express his gratitude for getting a salary for the first time in his life, and he also wanted to show them that he was independent now.

Let's see: he received the salary on the 27th. On the 29th he took his family out for a meal in an all-you-can-eat restaurant, so each of them could satisfy their appetite. The pre-tax cost for one person was Rp 22,000, and after tax was Rp 24,200 per person. All of his family members were 7, consisting of his father, mother, one big brother and 3 annoying younger brothers. All was 6, plus Anto made it 7. It means that he had to pay the dinner bill of Rp 169,400. Which means, only 2 days after he received his salary, he had already spent 28% out of his salary for that month. So, he had only Rp 430,600 left for the rest of the month.

"No problem", thought Anto. "It's my own family that I treated, not other people. Besides, it's not every day I do that. Once a month is enough." Days went by. One week, 2 weeks, 3 weeks. "Hmm…that stuff in the mall looks pretty good. There is a very interesting looking shirt. Okay, it costs Rp 28,000. There's also this nice pair of trousers to wear for work. Very cheap, costs only Rp 65,000. It won't hurt to look stylish at the office". He then started buying things. "Okay", Anto thought, "one shirt and a pair of pants for this month. The rest of my salary would be used for transportation and food until the end of the month" .
What happened? On the 24th of the next month, just three days before his second-month payday, he had only Rp 50,000 left.
Anto started thinking. Okay...., such was because he spent most of his money to treat his family. Also this was his first time working. Within the coming months, his finance would be better.

The second month, he got his salary again. Still in the same amount. No raise yet. The difference was no more treating the family. Days and weeks went by. A few days before his third salary, he only had Rp 75,000 left.
Three months passed by, he was finally accepted as permanent employee. He got a Rp 150,000 raise to Rp 750,000. "Not bad", Anto thought. This meant that I would be able to "breath" and save a little. But strangely, a few days before even one month period ended, his still had only little money left. The sixth month, the seventh month, the eight month, although he got a raise, but he still ran out of money and could not put any into savings.

As a matter of fact, Anto is not the only one, whose income is under Rp 1m, with this problem. Even people with millions per month income still have trouble saving money.

What is really happening? Many people think that by getting a raise, they will not run out of money in the middle of the month and they can save for sure. Every month they hope that they will get a raise the next months. But after they really get a raise, they still run out of money.
It is clear that the solution here lies not on how big your income is. The amount of your income does not guarantee that you will not run out of money in the middle of the month. The size of your income does not guarantee that you will be able to save. The key here is not how much money you make, but how you manage your income so that it can be stretched in a one-month period.

There is no fixed way on the right method to manage your finance. However, based from experiences, there are several things that can help you manage your finance well each month:
1. Plan your income and outcome every month.
2. Carry out the plan strictly.
3. Have reserved fund.
4. Join insurance plan.

In the next number, we will discuss each of the approaches.

Planning Income And Expense Every Month

From IndoExchange.com

In my previous article, I said that there are several things to help your finance every month :

1. Plan your income and expense every month
2. Do the plan strictly
3. Have reserves fund
4. Take some insurances

This article will discuss point 1 and 2.

1. Plan your income and expense every month
Starting right now, plan when you will get your salary, how much its amount, and when you will spend your money, what the posts and how much the amount of expenses. The plan called Budget.
In example, you will receive this much on your salary on 27th, then from that amount you will use this much for this expense, that amount for that expense, and so on. So, if you make a budget first, you will detect on the first place whether there will be deficit or not in the middle of the month. If yes, you can revise the budget to avoid deficit.
Composing budget is very easy. If you have already known the amount of average income and expense every month, you could also predict how much income and expense for the next coming months.


Budget function
Many people feels uncomfortable to draw up and have budget. They think budget is the same with restrain their shopping desire.
NO. The function of a budget is to inform if your expense surpass your income or not. If yes, you ocan revise the budget so deficit can be avoided.
But, if you do not have budget, you will be difficult to know if your family expense has surpassed the income. So, if there is deficit at the end of the month, you just realize it at that time, after all has happened.


IMPORTANT
Include saving in your budget. Usually people save their money later, after their money was spent. So, sometimes they cannot save their money because all of their money was spent for shopping.
Thereby, it would be better if saving is not included later but earlier. Therefore, when you draw up a budget, insert saving as one of the posts that you must do earlier, at least after you repay your loan.

2. Do the plan strictly.
A plan is useless if it is not done. In here, plan of income and expense as much as Rp250,000, if you strictly obey and want to do according the budget, at the end of the month the discrepancy between income and expense of your family will be certainly figured out, namely Rp250,000.
Thereby, it would be easier to make another plan froward, because you have already known that every end of the month you surely have discrepancy of Rp250,000, which can be used for another purpose.
However, sometimes people, although have already made up a simple budget, is still unable to meet their budget. If he, i.e. allocated Rp500,000 per month for shopping, the figure could expand to Rp750,000.
This can be prevented with a harder system, namely 'envelope system'. If you have already drawn up a budget, you should allocate the amount right away according to each post. Each post is represented by one envelope. If the money in the envelope is empty, you don't have to try opening the other envelopes, because you have already known that budget for the related post has touched its limit. Envelope system is a little complicated, but perhaps it is the sacrifice that you should doso that you will not experience deficit. The most important, your expense now is more controllable.

Minggu, 01 Mei 2011

Makna dan Rangkaian Upacara Hari Raya Nyepi


     Oleh : Anasuya Pativrata

a)    Makna Filosofis Hari Raya Nyepi
Kata nyepi berasal dari kata sepi yang magsudnya nyepi memiliki hakekat menyepikan gejolak indria sampai mengalahkan arahan pikiran. Tapa dan bratha yang dilakukan saat nyepi tiada lain bertujuan untuk memperkuat budhi dan manah agar dapat mengikuti perintah dari atman. Akan tetapi kesehatan jasmani juga harus mendapatkan perhatian karena kalau badan rusak atman juga tidak dapat mengontrol badan dengan maksimal.
Dibali khususnya upacara Nyepi sangat semarak di rayakan, dan juga hari raya nyepi merupakan satu-satunya hari raya hindu yang dilibur nasionalkan oleh Negara republik Indonesia. Meskipun demikian hari raya ini sangatlah menarik dan sangat baik bagi alam, terutama dimusim global warming ini. Hal ini dikarenakan pada saat nyepi semua tidak ada yang boleh keluar rumah, dan yang  paling ditekankan semua aktifitas baik pabrik maupun lalulintas dijalan harus dikosongkan inilah yang membuat alam dapat bernafas sejenak dari polusi yang dihasilkan oleh manusia serta membantu PLN dalam mengadakan penghematan energy listrik. Adapun perayaan hari besar agama hindu ini sudah mulai dilirik oleh para aktifis NGO (Non Government Organisation)/LSM dunia mereka hendak mengadopsi perayaan Nyepi sebagai suatu upaya untuk mengingatkan umat manusia untuk turut berperan aktif dalam mengurangi dampak global warning meskipun hanya bias baru dimulai dari  himbauan untuk mematikan lampu/listrik selama 1 jam yang hanya sepersekian dari  yang dilakukan umat hindu untuk lingkungan. Begitu hebat para leluhur kita yang sangat memperhatikan keharmonisan antara manusia dengan tuhan (parhiangan), hubungan manusia dengan manusia(pawongan), hubungan manusia dengan alam(palemahan) yang semuanya bertujan demi keseimbangan alam.
b)    Rangkaian Upacara Nyepi

Pengertian Psikologi agama


Oleh : Anasuya Pativrata
 
Psikologi agama adalah cabang dari psikologi yang meneliti dan menelaah kehidupan beragama pada seseorang dan mempelajari beberapa besar pengaruh keyakinan agama itu dalam sikap dan tingkah laku sehari – hari serta keadaan hidup pada umumnya. Dari sudut pandang agama hindu, pendidikan agama hindu sangat erat kaitannya dengan psikologi agama dalam menangani munculnya berbagai kasus dalam bentuk krisis moral, dengan demikian kedua lmu ini akan memberikan kontribusi dalam menanamkan konsep nilai dan norma, serta nilai mental spiritual.
Apabila dikaji tentang makna pendidikan mengandung pengertian mengantarkan anak ketingkat dewasa atau kedewasaan baik jasmani maupun rohani. Dengan demikian orang dikatakan dewasa dalam hal ini dapat dilihat dari perkembangan jasmani dan perkembangan rohani seimbang serta dapat mengambil kesimpulan terhadap masalahnya sendiri dan dapat bertanggung jawab terhadap beban hidup yang dihadapi sebagai makhluk social dalam masyarakat. Dengan ungkapan lain, psikologi agama adalah ilmu yang meneliti pengaruh agama terhadap sikap dan tingkah laku seseorang atau mekanisme yang bekerja dalam diri seseorang yang menyangkut tatacara berpikir, bersikap, berkreasi dan bertingkahlaku yang tidak dapat dipisahkan dari keyakinannya, karena keyakinannya itu masuk kedalam konstruksi kepribadiannya.

Kamis, 28 April 2011

KESADARAN dan PENYERAHAN DIRI

Oleh : Anasuya Pativrata


1.             Awidya Bagai Kotoran yang Membelenggu

Kesalahan merupakan sesuatu hal yang dimiliki oleh manusia dan bahkan tidak dapat lepas dari manusia itu sendiri. Tidak ada manusia yang tidak pernah melakukan kesalahan selama hidupnya. Seperti yang di sebutkan dalam kitab Bhagawadgita 14.5. “alam material terdiri dari tiga sifat, kebajikan, nafsu dan kebodohan. Bila makhluk hidup yang kekal berhubungan dengan alam, ia akan diikat oleh sifat-sifat tersebut, wahai arjuna yang berlengan perkasa”. Ketiga sifat yang disebutkan dalam sloka tersebut merupakan pemicu yang bisa membuat manusia melakukan sebuah kesalahan. Mengapa demikian karena apabila sattwam atau kebajikan itu mendominasi dalam mempengaruhi seseorang maka orang tersebut akan menjadi orang yang penuh kebajikan akan tetapi orang tersebut juga tidak bisa lepas dari  nafsu dan kebodohan. Hal ini dikarenakan ketiga sifat itu akan tetap ada dan tidak dapat lepas dari manusia itu sendiri. Seperti yang juga disebutkan dalam kitab Brahma Sutra, III.2.3. “karena dari yang mengandung ketiga unsur karena pengaruhnya lebih kuat, dan karena kepergian dari organ tubuh” magsudnya adalah sutra mengatakan bahwa dalam air juga terdapat kedua unsur lain, sesuai dengan penciptaan tripatrit dari ketiga unsur kasar. Karena itu ketiga unsur menyertai sang roh. Dapat dimengerti magsud dari sloka ini adalah setiap orang atau manusia tetap dipengaruhi oleh sifat-sifat materi yang ada dialam ini karena manusia membutuhkan alam untuk bertahan hidup, sehingga sifat alam akan mempengaruhi manusia meski jika kebajikan yang mendomonasi akan tetapi karena unsur nafsu dan kebohohan juga dimiliki maka manusia itu tidak luput dari kesalahan. Akan tetapi ini tidak dapat dijadikan alasan untuk menyangkal kesalahan itu sendiri karena sebab dan akibat selalu berjalan beriringan meski tidak sama tetapi sebab membuat terjadinya akibat. Kesalahan dalam advaita Vedanta yang dikemukakan oleh pendirinya yaitu sankaracarya yaitu pemunculan dunia dengan jalan persepsi bersifat ilusi. Kesimpulan yang menyatakan bahwa suatu persepsi ilusi ‘ini adalah seekor ular’ menunjukan bahwa disini ada sepotong pengetahuan. Mungkin ada benarnya bahwa persepsi benda yang ada’ini’ mengunggah kenangan atau ingatan pada seokor ular yang dilihatnya dimasa lampau, tetapi apabila kenangan ini tidak berkombinasi dengan persepsi untuk membentuk suatu kesadaran, melainkan hanya muncul dalam pikiran tanpa diskriminasi bersama-sama persepsi, dan akan muncul sebuah pernyataan “saya melihat ini” dan saya ingat seekor ular” demikian kaum advaita menjelaskan tentang teori kesalahannya. Menurutnya juga ciptaan tidak dapat terlukiskan (anirvanacaniya sristi) dan teori ilusinya yang disebut teori wujud yang tak dapat dilukiskan (anirvacaniyakhyativada). Pendapat ini tampak seperti pengakuan terhadap misteri. Tapi setiap ilusi sesungguhnya merupakan misteri dan menjadikan tantangan bagi kaum realis dan naturalis yang tak menduga. Apabila semua kepercayaan yang salah dan keliru telah dienyahkan dan kepercayaan akan kebenaran ajaran Vedanta menjadi permanen, pencari kelepasan diberitahukan oleh guru “engkau adalah Brahman”. Ia lalu mulai merenungkan kebenaran ini secara kukuh-teguh sehingga akhirnya dia memiliki suatu realisasi dalam langsung bentuk “aku adalah Brahman”. Jadi perbedaan ilusi antara jiwa dan Brahman akhirnya lenyap, demikian pula belenggu kelepasan atau mukti bisa dicapai. Lain halnya dengan Visistadvaita mengatakan meskipun jiwa-jiwa dan dunia materi memiliki eksistensi mereka masing-masing, tidak ada satupun darinya yang hakiki sama dengan Brahman. Sebab Brahman adalah bebas, abadi dan tidak tersentuh oleh dunia material yang tidak berkesadaran dan tidak sempurna dan jiwa-jiwa yang tidak memiliki pengetahuan tentang tuhan dan yang selalu menderita. Menurut Ramanuja Brahman adalah satu-satunya yang kekal abadi dan jiwa-jiwa bukanlah Brahman, jiwa ada didalam Brahman tapi jiwa bukanlah Brahman. Menurut Ramanuja badan jasmani manusia merupakan sesuatu yang riil, Karena badan jasmani manusia merupakan bagian dari Brahman, jiwa ini sudah tentu tidak dibuat karena jiwa ini bersifat langgeng, menurutnya jiwa begitu halus sehingga dapat menembus materi yangt tidak berkesadaran, jiwa juga dapat mengalami kehancuran. Kesadaran jiwa adalah bukan merupakan aksidentil baginya, melainkan ia tak tergantung atas hubungannya dengan badan jasmani. Kesadaran bukanlah merupakan intisari, melainkan suatu kualitas kekal abadi dari jiwa tetap tinggal demikian dalam segala keadaan. Menurutnya terbelenggunya jiwa oleh badan justru karena karmanya, sesuai dengan karmanya jiwa diasosiasikan dengan badan jasmani yang sesuai dengan keinginannya. Menurut ramanuja untuk mencapai kelepasan harus dilakukan dengan jalan kerja dan pengetahuan, sebab kedua-duanya akan merincinkan jalan menuju pengabdian. Dengan kerja atau karma Ramanuja magsudkan disini berbagai ritual yang siharuskan oleh kitab-kitab suci veda bagi tiap orang  sesuai golongan dan tingkat hidup masing-masing (warnasrama). Ini semua harus dilaksanakan tanpa didasari atas keinginan untuk mencapai sorga atau sejenisnya. Kelepasan bukan berarti menjadikan jiwa identik dengan Brahman akan tetapi jiwa yang mencapai kelepasan dengan mencapai kesadaran murni yang tak ternodai oleh ketidak sempurnaan apapun, dalam hal ini serupa dengan tuhan. Dalam Vedanta disebutkan ada tiga jenis penderitaan yaitu yang pertama penderitaan yang disebabkan oleh badan jasmani dan pikiran, yang kedua adalah penderitaan yang disebabkan oleh makhluk hidup yang lain, dan terakhir adalah penderitaan yang disebabkan oleh ganguan-ganguan supranatural. Dengan adanya perubahan yang terus menerus didunia ini membuat orang mulai berpikir akan apa yang merupakan tujuan dari kehidupannya untuk kembali memperoleh identitas sejatinya dan  melepaskan diri dari penderitaan-penderitaan tersebut. Yang kemudian memuncak kepada hakikat sejati diri seseorang.