Minggu, 01 Mei 2011

Makna dan Rangkaian Upacara Hari Raya Nyepi


     Oleh : Anasuya Pativrata

a)    Makna Filosofis Hari Raya Nyepi
Kata nyepi berasal dari kata sepi yang magsudnya nyepi memiliki hakekat menyepikan gejolak indria sampai mengalahkan arahan pikiran. Tapa dan bratha yang dilakukan saat nyepi tiada lain bertujuan untuk memperkuat budhi dan manah agar dapat mengikuti perintah dari atman. Akan tetapi kesehatan jasmani juga harus mendapatkan perhatian karena kalau badan rusak atman juga tidak dapat mengontrol badan dengan maksimal.
Dibali khususnya upacara Nyepi sangat semarak di rayakan, dan juga hari raya nyepi merupakan satu-satunya hari raya hindu yang dilibur nasionalkan oleh Negara republik Indonesia. Meskipun demikian hari raya ini sangatlah menarik dan sangat baik bagi alam, terutama dimusim global warming ini. Hal ini dikarenakan pada saat nyepi semua tidak ada yang boleh keluar rumah, dan yang  paling ditekankan semua aktifitas baik pabrik maupun lalulintas dijalan harus dikosongkan inilah yang membuat alam dapat bernafas sejenak dari polusi yang dihasilkan oleh manusia serta membantu PLN dalam mengadakan penghematan energy listrik. Adapun perayaan hari besar agama hindu ini sudah mulai dilirik oleh para aktifis NGO (Non Government Organisation)/LSM dunia mereka hendak mengadopsi perayaan Nyepi sebagai suatu upaya untuk mengingatkan umat manusia untuk turut berperan aktif dalam mengurangi dampak global warning meskipun hanya bias baru dimulai dari  himbauan untuk mematikan lampu/listrik selama 1 jam yang hanya sepersekian dari  yang dilakukan umat hindu untuk lingkungan. Begitu hebat para leluhur kita yang sangat memperhatikan keharmonisan antara manusia dengan tuhan (parhiangan), hubungan manusia dengan manusia(pawongan), hubungan manusia dengan alam(palemahan) yang semuanya bertujan demi keseimbangan alam.
b)    Rangkaian Upacara Nyepi

Adapun rangkaian dari upacara nyepi yaitu sebagai berikut :
a.      Melasti
Kata Melasti berasal dari Bahasa Kawi yaitu dari kata “mala” yang berarti kotoran dan “asti” yang berarti  abu/ lebur jadi dapat disimpulkan melasti memiliki makna melebur kotoran. Selain kata melasti di masyarakat juga sering menggunakan kata-kata seperti melelasti, melis, mesucian, mekiyis. Seperti yang disebutkan dalam Lontar Sanghyang Aji Swamandala : Anganyutaken Laraning Jagat, Paklesa Letuhing Bhuana yang artinya untuk melenyapkan penderitaan masyarakat (kotoran Bhuana Alit) dan kekotoran dunia (kotoran Bhuana Agung). Begitu juga dalam Lontar Sundarigama disebutkan: Amet Sarining Amerta Kamandalu Ri Telenging Samudra yang artinya untuk memperoleh air suci kehidupan (Sarining Bhuana) di tengah-tengah laut. Jadi melasti bertujuan untuk: melenyapkan kekotoran dunia dan melenyapkan penderitaan manusia yang menumpuk di tahun yang lalu, serta memohon tirta amerta kamandalu, yaitu air suci kehidupan untuk tahun yang akan datang. Pelaksanaannya dengan mengusung pretima-pretima (niyasa Ida Bethara) ke laut. Di tepi laut upacara dilaksanakan dengan menghaturkan banten suci ke hadapan Sanghyang Baruna, serta mohon tirta penglukatan/ pebersihan ke hadapan Gangga Dewi untuk pretima, prelingga, jempana, bangunan suci, alat-alat upacara, serta anggota masyarakat. Upacara melasti ini dilaksanakan dua hari sebelum Nyepi. Pada saat melasti ada beberapa banten yang digunakan yaitu: bebangkit, banten suci, pejati, peras, tebasan prayascita durmenggala, bayuan, ajuman dan segehan agung.

b.      Nyejer di Pura
Sekembalinya dari melasti, pretima (niyasa Ida Bethara) di-stanakan di Pura. Di sini warga masyarakat mendapat kesempatan ngaturang ayaban serta mohon dianugerahi kesucian dan ketenteraman batin dalam menyambut Hari Raya Nyepi. Pada tahap ini ida betara dihaturkan banten pekeling berupa banten suci, peras serta ajuman.

c.       Pecaruan Tawur Kesanga
Dilaksanakan oleh Tri Sadaka di perapatan agung. Hari itu tepat Tilem Chaitra (Kesanga).Tujuan pecaruan adalah untuk membina hubungan yang harmonis antara manusia dengan Ida Sanghyang Widhi Wasa, manusia dengan manusia, dan manusia dengan alam (Trihitakarana = tiga sebab yang menjadi baik). Caru yang digunakan:
    * di tingkat Propinsi                  :           Tawur Agung
    * di tingkat Kabupaten             :           Panca Kelud
    * di tingkat Kecamatan             :           Panca Sanak
    * di tingkat Desa                       :           Panca Sata
    * di tingkat Banjar                    :           Eka Sata
    * di rumah masing-masing warga:
·         di Pamerajan menghaturkan kepada Ida Bethara peras, ajuman,
daksina, ketipat kelanan, canang lenga wangi, burat wangi, bija beras kuning
·         di natar Pamerajan menghaturkan kepada Sang Bhuta Kala segehan nasi brumbun, tetabuhan arak/ berem/ tuak/ toya anyar
·         di pintu masuk halaman rumah nanceb sanggah cucuk dengan banten daksina, jauman, peras, dandanan tumpeng ketan, sesayut, panyeneng, janganan.
·         di bawah sanggah cucuk segehan nasi cacah 108 tanding, ulam jejeroan mentah, tetabuhan arak/ berem/ tuak/ toya anyar
·         lalu melaksanakan pangerupukan.Acara terakhir adalah ngelinggihang pretima Ida Bethara kembali ke palinggih semula (nyineb).

d.      Nyepi
Melaksanakan Catur Brata Penyepian: Amati Agni, Amati Karya, Amati Lalanguan, Amati Lelungaan.
·         Amati Agni, artinya tidak menyalakan api secara skala, dan api secara niskala, yaitu marah, nafsu sex dan pikiran kotor lainnya.
·         Amati Karya, artinya tidak melaksanakan kerja fisik agar dapat melaksanakan tapa, berata, yoga, samadi.
·         Amati Lalanguan (langu=indah, asyik, mempesona), artinya tidak menikmati keindahan atau sesuatu yang mengasyikkan seperti nonton TV, mendengar lagu-lagu, main judi, ceki, main catur, bergurau sambil tertawa, dll.
·         Amati Lelungaan, artinya tidak bepergian keluar rumah karena melaksanakan tapa, berata, yoga, samadi.

e.       Ngembak geni
Keesokan harinya sejak jam 06.00 melepaskan Brata Penyepian, dan melaksanakan Dharma Shanti.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar