Kamis, 28 April 2011

KESADARAN dan PENYERAHAN DIRI

Oleh : Anasuya Pativrata


1.             Awidya Bagai Kotoran yang Membelenggu

Kesalahan merupakan sesuatu hal yang dimiliki oleh manusia dan bahkan tidak dapat lepas dari manusia itu sendiri. Tidak ada manusia yang tidak pernah melakukan kesalahan selama hidupnya. Seperti yang di sebutkan dalam kitab Bhagawadgita 14.5. “alam material terdiri dari tiga sifat, kebajikan, nafsu dan kebodohan. Bila makhluk hidup yang kekal berhubungan dengan alam, ia akan diikat oleh sifat-sifat tersebut, wahai arjuna yang berlengan perkasa”. Ketiga sifat yang disebutkan dalam sloka tersebut merupakan pemicu yang bisa membuat manusia melakukan sebuah kesalahan. Mengapa demikian karena apabila sattwam atau kebajikan itu mendominasi dalam mempengaruhi seseorang maka orang tersebut akan menjadi orang yang penuh kebajikan akan tetapi orang tersebut juga tidak bisa lepas dari  nafsu dan kebodohan. Hal ini dikarenakan ketiga sifat itu akan tetap ada dan tidak dapat lepas dari manusia itu sendiri. Seperti yang juga disebutkan dalam kitab Brahma Sutra, III.2.3. “karena dari yang mengandung ketiga unsur karena pengaruhnya lebih kuat, dan karena kepergian dari organ tubuh” magsudnya adalah sutra mengatakan bahwa dalam air juga terdapat kedua unsur lain, sesuai dengan penciptaan tripatrit dari ketiga unsur kasar. Karena itu ketiga unsur menyertai sang roh. Dapat dimengerti magsud dari sloka ini adalah setiap orang atau manusia tetap dipengaruhi oleh sifat-sifat materi yang ada dialam ini karena manusia membutuhkan alam untuk bertahan hidup, sehingga sifat alam akan mempengaruhi manusia meski jika kebajikan yang mendomonasi akan tetapi karena unsur nafsu dan kebohohan juga dimiliki maka manusia itu tidak luput dari kesalahan. Akan tetapi ini tidak dapat dijadikan alasan untuk menyangkal kesalahan itu sendiri karena sebab dan akibat selalu berjalan beriringan meski tidak sama tetapi sebab membuat terjadinya akibat. Kesalahan dalam advaita Vedanta yang dikemukakan oleh pendirinya yaitu sankaracarya yaitu pemunculan dunia dengan jalan persepsi bersifat ilusi. Kesimpulan yang menyatakan bahwa suatu persepsi ilusi ‘ini adalah seekor ular’ menunjukan bahwa disini ada sepotong pengetahuan. Mungkin ada benarnya bahwa persepsi benda yang ada’ini’ mengunggah kenangan atau ingatan pada seokor ular yang dilihatnya dimasa lampau, tetapi apabila kenangan ini tidak berkombinasi dengan persepsi untuk membentuk suatu kesadaran, melainkan hanya muncul dalam pikiran tanpa diskriminasi bersama-sama persepsi, dan akan muncul sebuah pernyataan “saya melihat ini” dan saya ingat seekor ular” demikian kaum advaita menjelaskan tentang teori kesalahannya. Menurutnya juga ciptaan tidak dapat terlukiskan (anirvanacaniya sristi) dan teori ilusinya yang disebut teori wujud yang tak dapat dilukiskan (anirvacaniyakhyativada). Pendapat ini tampak seperti pengakuan terhadap misteri. Tapi setiap ilusi sesungguhnya merupakan misteri dan menjadikan tantangan bagi kaum realis dan naturalis yang tak menduga. Apabila semua kepercayaan yang salah dan keliru telah dienyahkan dan kepercayaan akan kebenaran ajaran Vedanta menjadi permanen, pencari kelepasan diberitahukan oleh guru “engkau adalah Brahman”. Ia lalu mulai merenungkan kebenaran ini secara kukuh-teguh sehingga akhirnya dia memiliki suatu realisasi dalam langsung bentuk “aku adalah Brahman”. Jadi perbedaan ilusi antara jiwa dan Brahman akhirnya lenyap, demikian pula belenggu kelepasan atau mukti bisa dicapai. Lain halnya dengan Visistadvaita mengatakan meskipun jiwa-jiwa dan dunia materi memiliki eksistensi mereka masing-masing, tidak ada satupun darinya yang hakiki sama dengan Brahman. Sebab Brahman adalah bebas, abadi dan tidak tersentuh oleh dunia material yang tidak berkesadaran dan tidak sempurna dan jiwa-jiwa yang tidak memiliki pengetahuan tentang tuhan dan yang selalu menderita. Menurut Ramanuja Brahman adalah satu-satunya yang kekal abadi dan jiwa-jiwa bukanlah Brahman, jiwa ada didalam Brahman tapi jiwa bukanlah Brahman. Menurut Ramanuja badan jasmani manusia merupakan sesuatu yang riil, Karena badan jasmani manusia merupakan bagian dari Brahman, jiwa ini sudah tentu tidak dibuat karena jiwa ini bersifat langgeng, menurutnya jiwa begitu halus sehingga dapat menembus materi yangt tidak berkesadaran, jiwa juga dapat mengalami kehancuran. Kesadaran jiwa adalah bukan merupakan aksidentil baginya, melainkan ia tak tergantung atas hubungannya dengan badan jasmani. Kesadaran bukanlah merupakan intisari, melainkan suatu kualitas kekal abadi dari jiwa tetap tinggal demikian dalam segala keadaan. Menurutnya terbelenggunya jiwa oleh badan justru karena karmanya, sesuai dengan karmanya jiwa diasosiasikan dengan badan jasmani yang sesuai dengan keinginannya. Menurut ramanuja untuk mencapai kelepasan harus dilakukan dengan jalan kerja dan pengetahuan, sebab kedua-duanya akan merincinkan jalan menuju pengabdian. Dengan kerja atau karma Ramanuja magsudkan disini berbagai ritual yang siharuskan oleh kitab-kitab suci veda bagi tiap orang  sesuai golongan dan tingkat hidup masing-masing (warnasrama). Ini semua harus dilaksanakan tanpa didasari atas keinginan untuk mencapai sorga atau sejenisnya. Kelepasan bukan berarti menjadikan jiwa identik dengan Brahman akan tetapi jiwa yang mencapai kelepasan dengan mencapai kesadaran murni yang tak ternodai oleh ketidak sempurnaan apapun, dalam hal ini serupa dengan tuhan. Dalam Vedanta disebutkan ada tiga jenis penderitaan yaitu yang pertama penderitaan yang disebabkan oleh badan jasmani dan pikiran, yang kedua adalah penderitaan yang disebabkan oleh makhluk hidup yang lain, dan terakhir adalah penderitaan yang disebabkan oleh ganguan-ganguan supranatural. Dengan adanya perubahan yang terus menerus didunia ini membuat orang mulai berpikir akan apa yang merupakan tujuan dari kehidupannya untuk kembali memperoleh identitas sejatinya dan  melepaskan diri dari penderitaan-penderitaan tersebut. Yang kemudian memuncak kepada hakikat sejati diri seseorang.